EMBARGO MILITER IRAN YANG JUSTRU MELAHIRKAN MONSTER MENGERIKAN DI TIMUR TENGAH
Iran merupakan
Negara benua Asia yang juga pernah memiliki sejarahnya sejarah terkena embargo baik ekonomi
maupun
militer. Sama seperti Afrika
Selatan, Iran mengalami embargo militer secara bertahap. Amerika Serikat
menjadi negara pertama yang menjatuhkan sanksi terhadap Negeri Mullah itu tahun
1984, kemudian diikuti oleh sejumlah negara Barat yang lainnnya, guna
menghambat (menurunkan) kapabilitas militer Iran dalam Perang Iran-Irak. Selain
itu, Pemerintah AS nampaknya sedikit khawatir akan ekspansi pengaruh Revolusi
Islam Iran tahun 1979 ke seluruh Timur Tengah dan mengacaukan (mendisrupsi)
tatanan politik di wilayah tersebut. Biarpun Iran telah memiliki industri
militer sejak tahun 1973 yang didirikan oleh Shah Reza Pahlavi, namun hampir
semua kebutuhan militer Iran kala itu diimpor dari negara-negara Barat dengan
nilai impor mencapai US$8 miliar pada tahun 1975. Dengan putusnya hubungan
dengan Barat dan embargo militer tersebut, praktis membuat Iran harus
bergantung pada kemampuannya sendiri untuk membangun dan mempertahankan
kekuatan militernya.
Biarpun diembargo oleh Barat
secara militer, Iran masih tetap mampu memperoleh Alutsista militer dari Rusia
dan Tiongkok pada tahun 1980-an hingga 1990-an, yang menjadi modal berharga
bagi pengembangan industri pertahanan dalam negeri Iran. Alutista-alutsista
dari kedua negara tersebut lambat laun menggantikan alutsista buatan Barat yang
mulai uzur dalam inventaris militer Iran. Di sisi lain, industri pertahanan
Iran juga berprogres yang menjadikan Iran semakin mandiri. Sejak tahun 1992,
Iran telah berhasil memproduksi hamper seluruh alutsista dari segala lini dan
matra, mulai matra darat, laut hingga udara dengan berbagai spesifikasi yang
disesuaikan dengan kebutuhan doktrin dan sistem pertahanan Iran. Ketika PBB
akhirnya menjatuhkan embargo militer total pada tahun 2006 yang merupakan
buntut dugaan pengembangan senjata nuklir Iran justru kemampuan negara tersebut
semakin menjadi-jadi.
Perluasan (Ekspansi)
industri pertahanan Iran juga didukung oleh ekspansi geopolitik negara tersebut
ke berbagai negara di Timur Tengah dan turut terlibat dalam perang proksi serta
memiliki aspirasi besar untuk meraih hegemoni di Timur Tengah. Sejak awal, Iran
telah memberikan dukungan terhadap Rezim Bashar Al-Assad di Suriah baik secara
politik maupun militer. Iran juga mendukung milisi-milisi Syiah (Kata’ib) yang
bertempur di medan Suriah baik persenjataan, pelatihan militer, dan bantuan
tempur dari udara. Selain itu, Iran juga diduga kuat mendukung milisi Ansar
Allah (Al-Houthi) yang terlibat dalam Perang Sipil Yaman sejak tahun 2015.
Perang proksi melawan koalisi Arab Saudi tersebut menjadi “angin segar” bagi
industri pertahanan Iran. Biarpun tidak ada alutsista yang secara langsung diterjunkan,
namun Iran memiliki keunggulan strategis dengan kemandirian industri pertahanannya,
mengingat Saudi masih sangat bergantung pada impor dari AS dan negara lain. Juga
dengan kemampuan rudalnya, Iran memiliki daya gentar yang lebih tinggi
dibandingkan Saudi.
Iran pun semakin
diperhitungkan sebagai kekuatan besar di Timur Tengah. Banyak pihak menilai
bahwa apabila AS dan sekutunya tidak mampu menyeimbangan kekuatannya, bukan
tidak mungkin Iran bisa “menguasai” seluruh wilayah Timur Tengah, hal ini
didukung pula oleh sentimen kebangkitan Islam. Selat Hormuz yang menjadi pintu gerbang
bagi jutaan barel minyak perharinya juga bisa menjadi “kartu truf” bagi Iran
untuk semakin menancapkan kukunya di kawasan Timur Tengah.
Setelah diberondong embargo
tersebut, bukanya menyerah pada keadaan Iran malah mencari celah dan membuat strategi untuk mengatasi embargo
senjata dan mendapatkan peralatan yang mereka butuhkan guna memodernisasi
militer mereka.
Beberapa Cara yang digunakan Iran diantaranya:
- Produksi
Dalam Negeri
Banyak
alutsista militer Iran
yang seluruhnya didesain dan dikembangkan di dalam negeri Iran sendiri maupun via Reverse
Engineering (Merekayasa
Ulang). Hal ini membuat Iran mampu mengembangkan senjata yang mereka butuhkan
biarpun tengan dedera embargo militer. Hingga kini, Ada lima industri terbesar di Iran
yang memproduksi Alutsista negara tersebut, Antara lain Defense Industries
Organization (DIO), Aerospace Industries Organization (AIO), Iran Aviation Industries
Organization (IAIO), Marine Industries Organization (MIO), dan Iran Electronic
Industries (IEI).
Contoh produk Iran adalah tank
Karrar (diduga pembaruan tank T-80 Rusia), pesawat tempur HESA Azarakhsh dan
Saeqeh (pengembangan F-5 Tiger). Rudal (peluru kendali) jarak pendek hingga
Rudal balistik sepeti Rudal Khorramshar dan Sejjil-2 (diduga bisa dipasangi hulu
ledak nuklir), bahkan juga teknologi jet tempur generasi kelima dan mengebangkan teknologi Nuklir dan mungkin juga
senjata nuklir.
Iran pernah kedapatan berusaha mendapatkan baik senjata mapupun suku
cadangnya melalui jalur penyelundupan. Iran kedapatan menyelundupkan suku
cadang pesawat buatan barat seperti pesawat F14 Tomcat.
Beberapa kasus yang naik ke permukaan antara lain:
a) Pihak
berwenang Amerika menyadari adanya perdagangan gelap dimana Teheran membayar
penyelundup untuk membawa komponen F-14 ke Iran. Pada bulan Maret tahun 1998,
agen federal menangkap pria kelahiran Iran Parviz Lavi di rumahnya di Long
Island atas tuduhan mencoba untuk membeli suku cadang mesin TF-30 dan F -14 via
Belanda. Lavi dihukum lima tahun penjara dan denda US$ 125.000.
b) Skandal penjualan senjata AS ke Iran
yang juga disebut Skandal Iran/Contra, yang awalnya berdalih untuk
membebaskan sandera. Namun Ternyata, Amerika menjual senjata ke Iran untuk
dukung gerilyawan Contra menggulingkan rezim kiri Sandinista di Nikaragua.
Skandal ini sendiri tekuak pada 25
November 1986. Senjata yang kedapatan dijual pada skandal itu seperti rudal
anti tank BGM-71 TOW dan rudal Hanud MIM-23 HAWK.
3. 3. Produksi
Di Bawah Lisensi
Beberapa alutsista Iran ada yang diproduksi lokal di dalam negeri dengan lisensi seperti senapan Battle Rifle G3A3 dan senapan mesin MG 3.
4. 4. Membeli
dari
Negara lain
Biarpun diembargo oleh Barat
secara militer, Iran masih tetap mampu memperoleh Alutsista militer dari Rusia
dan Tiongkok pada tahun 1980-an hingga 1990-an. Alutista-alutsista dari kedua
negara tersebut lambat laun menggantikan alutsista buatan Barat yang mulai uzur
dalam inventaris militer Iran.
Setelah perundingan negara-negara
kekuatan utama dunia dan Iran secara resmi menghasilkan kesepakatan bersejarah
yang memastikan Iran tidak akan mengembangkan persenjataan nuklir, negara-negara terutama
Rusia mulai mencabut embargo militernya. Rusia pun mulai memasok senjata buatannya ke Iran seperti rudal
canggih S-300 buatan Rusia itu kepada Iran (yang sempat dilarangan masa mantan Presiden Rusia, Dmitri Medvedev tahun 2010
atas desakan internasional.
Selain itu Iran juga berencana membeli pesawat Su-30 dan berbagai senjata lain. Namun
meskipun begitu langakah modernisasi militer Iran masih menemui jalan terjal
sebab masih ada Negara yang mengecam pencabutan embargo ini contohnya adalah
Israel dan Amerika Serikat (akan memveto penjualan senjata ofensif). Bahkan AS
masa Presiden Trump malah mundur dari kesepakatan nuklir Iran dan kembali
menerapkan Sanksi terhadap Iran.
SUMBER:
https://garudamiliter.blogspot.co.id/2015/04/world-rudal-s-300-untuk-iran.html
http://www.detikmiliter.com/2016/03/s-300-dihentikanmiliter-iran-bawa-8.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Iran%E2%80%93Contra_affair
https://historia.id/politik/articles/main-mata-iran-dan-amerika-dalam-iran-contra-DbemQ
http://www.jejaktapak.com/2016/07/06/kalaupun-beli-su-30-iran-belum-akan-unggul/
https://www.jejaktapak.com/2017/12/25/kisah-tomcat-iran-dari-produk-gagal-hingga-pasar-gelap/
https://www.liputan6.com/global/read/3174579/25-11-1986-terkuak-skandal-relasi-gelap-iran-as-dan-nikaragua
https://medium.com/@alfinfb/ketika-embargo-militer-berbuah-petaka-54737dd10b05
Komentar
Posting Komentar