EMBARGO MILITER DAN PENTINGNYA KEMANDIRIAN ALUTSISTA BAGI INDONESIA
(Beberapa Produk Alutsista Indonesia)
JAS
MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) adalah sebuah topik pidato
Presiden Pertama Indonesia yaitu Presiden Soekarno. Pesannya sangat jelas, agar
seluruh bangsa Indonesia tidak melupakan sejarahnya dan belajar dari perjuangan
para tokoh sejarah. Salah satu yang masih terngiang dalam ingatan kita adalah ketika
Amerika Serikat dan sekutunya menjatuhkan embargo militer terhadap Indonesia.
Embargo ini berdasarkan tuduhan Amerika Serikat dan sekutunya terhadap
Indonesia yang menurut mereka telah melakukan pelanggaran HAM di Dili, Timor-Timur
pada 12 November 1999. Dalam artikel ini lebih menjelaskan mengenai jalan terjal Indonesia dalam mencapai kemandirian alutsista.
Embargo yang berlangsung dari tahun 1999 hingga 2005 ini mengakibatkan Indonesia tidak bisa membeli Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) beserta suku cadangnya yang berdampak pada peralatan militer Indonesia terfokus alutsista stategis seperti F-16, F-5, C-130 dan Hawk-109/209 mengalami penurunan kesiapan tempur hingga di bawah 50%. Peralatan militer lainnya juga mengalami nasib yang sama. Seperti kapal perang Indonesia yang ketika itu kebanyakan merupakan buatan Amerika Serikat dan sekutunya. Bahkan tank-tank Scorpion yang dibeli Indonesia dari Inggris juga mengalami nasib yang sama. Sangat menyedihkan apabila dibandingkan saat kampaye merebut Irian Barat dari Belanda. Karena apabila kita hanya membeli dari Negara lain maka kita akan terus bergantung pada Negara tesebut. Apabila hubungan dengan Negara tersebut sedang baik ya tidak apa-apa, tapi apabila tiba-tiba memburuk ancaman embargo pun muncul.
Embargo ini kemudian memaksa
Indonesia untuk berpaling ke alusista buatan Timur seperti Rusia dan China,
sebagai salah satu cara untuk meminimalkan ketergantungan akan produk-produk
Barat yang sarat dengan kepentingan politik negara penjual. Seperti dengan membeli
“Jet Tempur Sukhoi” dari Rusia yang notabene rival Amerika Serikat. Saat ini
strategi militer Indonesia dalam pengadaan Alutsista adalah dengan sistem
Gado-gado atau mencampur alutsista buatan Barat dengan Timur (Rusia), hal ini
bertujuan untuk mengantisipasi apabila embargo kembali terjadi. Apabila kita
diembargo oleh Barat maka masih ada alutsista Timur (Rusia) dan apabila terjadi
sebaliknya maka masih ada alutsista buatan Barat. Apabila Pemerintah masih perlu membeli
peralatan militer dari Negara lain, upayakan Negara tersebut bersedia member
jaminan tidak akan melakukan embargo ke Indonesia serta memberi syarat Alih
Teknologi dan terus mendukung industri militer dalam negeri demi mewujudkan
kemandirian alutsista sebab kemadirian alutsista adalah cara yang paling ampuh
untuk mengatasi embargo.
Langkah
Indonesia untuk mencapai kemandirian alutsista sedikit demi sedikit telah mulai
dirintis. Alutsista yang telah dikembangkan di dalam negeri sendiri meliputi
pistol G2, senapan serbu SS2, senapan sniper SPR, dan tank Harimau, bahkan
Indonesia kini juga tengah mengembangkan jet tempur KFX/IFX (Korean
Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental) bersama Korea Selatan. Namun langkah ini bukan
tanpa kendala apapun, menurut saya setidaknya ada empat hal yaitu pertama masalah
pendanaan karena mengembangkan alutsista sendiri tentu butuh biaya besar mulai
dari biaya desain, pengembangan, prototype, uji coba, hingga saat produksi
masal, contohnya seperti kita ketahui Indonesia saat ini masih menunggak biaya
pengembangan KFX/IFX. Kedua masalah yang dihadapi adalah waktu yang cukup lama
untuk mengembangkan sebuah alutsista terutama alutsista strategis. Ketiga
adalah ketersediaan tenaga ahli, sebenarnya Indonesia bukan tidak memiliki
tenaga ahli yang mumpuni, namun ironisnya mereka justru kurang dihargai di
negeri sendiri sehingga banyak diantara mereka yang memilih bekerja di luar
negeri. Keempat adalah korupsi, bisnis alutsista juga rentan terhadap kasus
suap maupun korupsi, dimana ada beberapa perusahaan alutsista yang kedapatan
melakukan suap agar produknya bisa memenangkan tender pengadaan alutsista.
Contohnya adalah skandal suap pengadaan tank ringan Scorpion tahun 1992
- 1994 yang dilakukan oleh
oportunis pada masa pemerintahan mantan Presiden
Soeharto yang
menerima suap
dari
perusahaan asal Inggris Alvis (produsen tank Scorpion) sebesar 16,5 juta
poundsterling atau sekitar Rp 260 miliar.
Kami beropini bahwa Kementrian Pertahanan
memprioritaskan untuk mendukung kemandirian alutsista dalam negeri. Banyak
Negara telah mendapatkan benefit (keuntungan) dari kemandirian alutsista
seperti China, Korea Selatan, Afrika Selatan, Iran, dan Turki. Sementara itu
alutsista buatan dalam negeri juga telah mulai dilirik bahkan dibeli oleh
Negara lain contohnya adalah kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) dari PT. PAL
Indonesia yang dibeli oleh Filipina sebanyak 2 unit. Harapannya dengan mulai
diliriknya alutsista buatan dalam negeri ini akan mampu mendorong Pemerintah
untuk terus mendukung produk dalam negeri, apalagi ditengah upaya modernisasi
alutsista Tentara Nasional Indonesia (T.N.I). Rencana Menhan Prabowo Subianto
untuk membeli kendaraan taktis Maung sebanyak 500 unit bisa menjadi angin segar
bagi industri alutsista dalam negeri. Angin segar juga semakin terasa setelah
Menhan Prabowo Subianto juga menyampaikan komitmen Kementrian Pertahanan untuk
mendukung produksi alutsista dalam negeri guna mencapai kemandirian.
https://www.liputan6.com/news/read/91589/tutut-diduga-terlibat-skandal-tank-scorpion
https://nusantaranews.co/banyak-negara-lirik-produk-produk-alutsista-indonesia/
https://tirto.id/alasan-prabowo-beli-500-unit-kendaraan-taktis-maung-buatan-pindad-fRpg
Komentar
Posting Komentar